Holla! Kali ini
kita akan membahas mengenai C O K L A T
Yup, mayoritas
orang pasti suka sama panganan manis beraroma khas ini. Selain rasanya yang
manis, coklat juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Coklat kaya akan
asam amino triptofan yang akan meningkatkan serotonin pada otak secara alami.
Serotonin secara positif dapat memperbaiki suasana hati menjadi bahagia,
mengatur nafsu makan, membantu daya ingat dalam proses belajar, dan lain
sebagainya.
Tapi pernah gak
sih kalian nemuin di permukaan cokelat bar kalian itu ada bercak bercak putih
keabuan gitu? Kaya gambar dibawah ini nih
source: google.com
Nahh tenang aja
guyys bercak-bercak itu bukan jamur atau kapang melainkan karena komponen
penyusun cokelat yang berubah akibat sistem produksi atau faktor penyimpanan
yang kurang baik. Cokelatnya jadi
terlihat kurang menarik dan tak layak konsumsi, tetapi kenyatannya cokelat
tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Jadii coklatnya jangan buru-buru dibuang yah
kan sayang mubazir huehe :D
Hal ini dalam Ilmu Pangan disebut dengan Chocolate Bloom. Fenomena ini dapat
terjadi pada produk coklat dengan kandungan Cocoa Butter (CB) yang rendah ataupun tinggi. Penampilannya yang tidak menarik menyebabkan
fenomena Chocolate Bloom dapat
merugikan produsen coklat karena menurunnya daya beli konsumen.
CHOCOLATE
BLOOM
Chocolate
bloom adalah gula atau lemak yang menggumpal kemudian naik ke
permukaan cokelat dan membuat bercak putih keabu-abuan. Bloom tersebut menghasilkan penampakan yang berbeda-beda, dari
bercak abu-abu sampai motif marble, kemudian dari titik-titik kecil berwarna
putih sampai titik besar putih pada permukaan cokelat (Pierre dan Richard,
2004). Ada dua tipe ‘bloom’ pada
cokelat, yakni sugar bloom dan fat bloom, keduanya disebabkan karena
hal yang berbeda. Sugar bloom
disebabkan oleh komponen gula yang meleleh lalu naik ke pemukaan cokelat dan
cairan gula tersebut berevaporasi meninggalkan jejak atau bercak pada permukaan
cokelat. Di sisi lain, fat bloom
disebabkan oleh perubahan struktur dari komponen CB, namun dalam artikel ini
akan lebih banyak membahas fat bloom.
Jika fat bloom terjadi, maka sudah
bisa dipastikan bahwa struktur cokelat telah berubah dari bentuk awal ketika
dibentuk. Biasanya hal ini terjadi ketika produk cokelat yang terpapar oleh
temperatur yang sangat tinggi atau sangat rendah. Temperatur yang tinggi dapat
menyebabkan CB meleleh dan terpisah dari komponen penyusun cokelat lainnya
kemudian terangkat ke permukaan sehingga menciptakan bercak putih (Weston,
2012).
Menurut Pierre dan Richard (2004) di dalam
jurnalnya, fat bloom memiliki
hubungan yang erat dengan produk cokelat, baik terbuat dari CB atau minyak
nabati lain. Cokelat harus mengandung tidak lebih dari 32% total padatan biji
kokoa kering, termasuk 18% CB, dan 14% padatan kokoa nonfat kering. Minyak nabati digunakan sebagai penambah rasa,
penambah properti kimia-fisik dari produk atau untuk menekan biaya produksi.
Klasifikasi lemak yang dapat digunakan dalam pembuatan cokelat berdasarkan
tingkat kompatibel dengan CB sebagai berikut:
- CBE (Cocoa
Butter Equivalent), jenis lemak yang sangat kompatibel dengan CB. Sifat
fisik dan kimia relatif sama dengan CB.
- CBR (Cocoa
Butter Replacers), lemak yang hanya sebagian kompatibel dengan CB. Jenis
ini memiliki distribusi asam lemak yang sama dengan CB tetapi berbeda dalam
struktur trigliserida.
- CBS (Cocoa
Butter Substitues), lemak yang tidak kompatibel sama sekali dengan CB
tetapi memiliki sifat fisik yang serupa dengan CB.
CHOCOLATE
BLOOM DI INDONESIA
Fenomena coklat bloom yang terjadi pada produk coklat bar membuat penampilan produk
coklat tersebut menjadi tidak menarik sehingga masyarakat merasa tertipu oleh
produsen coklat. Padahal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya gejala coklat
bloom terjadi akibat pemisahan komponen gula dan lemak pada coklat. Pemisahan
ini terjadi akibat penyimpanan produk coklat yang tidak benar. Bercak putih
pada permukaan makanan selalu dikaitkan oleh adanya kontaminasi jamur, namun
berbeda pada coklat. Selama coklat tersebut belum memasuki masa kadaluarsa dan
ditempatkan pada tempat yang bersih maka bercak putih tersebut berasal dari sugar atau fat bloom.
Penggunaan
CB yang masih terbatas menyebabkan dibutuhkannya upaya untuk mengembangkan Cocoa Butter Alternatives sebagai
alternatif penggunaan cocoa butter,
baik untuk pengganti sebagian ataupun seluruhnya. Suplai barang baku tidak
menentu, kualitas yang tidak seragam, ketidakcocokaan untuk digunakan pada
iklim panas, dan harga yang relatif mahal serta berfluktuasi dibandingkan
dengan jenis lemak lainnya adalah beberapa faktor penyebab terbatasnya
penggunaan CBA di Indonesia. Salah satu
jenis CBA yang sepenuhnya kompatibel dengan CB adalah CBE. Namun karena CBE
memiliki fungsionalitas yang paling tinggi diantara jenis CBA lainnya dan
mengingat semakin terbatasnya sumber exotic
fat dari alam, maka tak heran harganya relatif lebih mahal. Sebagian
perusahaan lebih memilih menggunakan CBS dan CBR untuk aplikasi filling, enrobing, dan superfiling
pada produk coklat mereka untuk menekan biaya produksi. Oleh karena itu, pada
beberapa produk coklat murah sering dijumpai gejala Chocolate Bloom.
Teknik Enzimatik Interesterification yang dikembangkan oleh SEAFAST IPB Pusat dapat
menjadi salah satu pilihan untuk minyak dan lemak modifikasi dalam pembuatan
CBE dengan bahan baku minyak kaya oleat yang ketersediannya cukup melimpah.
Proses produksi CBE yang menggunakan teknik ini dapat mengkatalisis reaksi
antara bahan triasilgliserol POP seperti minyak kelapa sawit dengan bahan baku
asam stearat sehingga dihasilkan triasilgliserol utama CBE, yaitu POS dan SOS.
Pada beberapa negara teknik ini telah dikembangkan secara komersial seperti
perusahaan Fuji Oil Europe yang
bergerak pada produksi speciality fats.
Bila diaplikasikan di Indonesia, teknik ini dinilai lebih murah dan efisien
karena masih berlimpahnya bahan baku kelapa sawit dan asam stearat di
Indonesia.
Produk coklat bar yang telah terkena blooming pada permukaannya masih dapat
dikonsumsi. Hanya saja rasanya mungkin sedikit berubah karena komponen gula dan
lemak yang telah terpisah. Belum ada penelitian yang menyatakan tentang bahaya
akan mengkonsumsi cokelat yang telah terkena blooming. Selain karena faktor penggunaan lemak nabati, blooming ini juga disebabkan oleh
penyimpanan langsung coklat pada kulkas sehingga menimbulkan jejak putih pada
permukaannya. Solusi terbaik untuk menjaga agar produk cokelat tidak terkena blooming adalah dengan membungkus rapat
kemasan cokelat dan menyimpannya pada suhu yang tepat yaitu sekitar 18°C. Oleh
karena itu, syarat kondisi penyimpanan yang baik harus dicantumkan pada label
kemasan sehingga konsumer dapat lebih hati-hati.
REFERENSI
Gunstone, F. D. 2002. Food Aplications of Lipids. Di dalam C.
C. Akoh, and D. B. Min (eds). Food Lipids
Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Second Edition, Revised and
Expanded. Marcell Dekker, Inc., New York.
Lonchampt, P., & Hartel, R. W. 2004. Fat Bloom in Chocolate and Compound Coating.
Europe Jounal Lipid Science Technology,
241-242, 252, 254.
Shukhla, V. K. S. 2006. Cocoa Butter, Cocoa Butter Equivalent, and
Cocoa Butter Substitutes. Di dalam Handbook
of Lipids. Taylor and Francis Group,
LLC.
Simoneau, C., Lipp M.,
Ulberth F. 2000. Quantification of Cocoa
Butter Equivalents in Mixture with Cocoa Butter by Chromatographic Methods and
Multivariate Data Evaluation. European Food Research and Technology, 21 1:
147-152.
Sokopitojo, Soenar. 2008. Aplikasi CBE dalam Industri Snack Berbasis
Cokelat. Food Review Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Weston, Nicole. 2012. The Baking Bites Cookbook Kindle Edition.
California: Baking Bites. ISBN – 13: 978061532035


0 komentar:
Posting Komentar